BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap melakukan penelitian harus mempunyai masalah
penelitian yang akan dipecahkan. Perumusan masalah ini bukanlah pekerjaan yang
mudah, termasuk bagi peneliti-peneliti yang sudah berpengalaman. Padahal
masalah selalu ada di lingkungan sekeliling kita.
Masalah
timbul karena adanya tantangan, adanya kesaingan ataupun kebingungan kita
terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguiy), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antarkegiatan atau
antarfenomena, baik yang telah ada ataupun yang akan ada. Penelitian diharapkan
dapat memecahkan masalah-masalah itu, atau sedikit-sedikitpun menutup celah
yang terjadi.
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian
sangat berguna untuk mengatasi kebingungan kita akan suatu hal, untuk
memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan atau untuk menutup celah
antara kegiatan atau fenomena. Karenanya peneliti harus memilih suatu masalah
bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap maslaah
tersebut. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan
langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Karena pentingnya perumusan masalah dalam sebuah
penelitian maka kami membuat makalah dengan bahasan perumusan masalah
penelitian (research question).
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah definisi dari masalah
penelitian dan perumusan masalah?
2.
Bagaimanakah ciri-ciri perumusan
masalah yang baik?
3.
Darimana didapatkan sumber untuk
memperoleh masalah?
4.
Bagaimanakah cara memperoleh
masalah?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui definisi dari masalah penelitian dan perumusan masalah.
2.
Untuk mengetahui ciri-ciri perumusan
masalah yang baik.
3.
Untuk mengetahui sumber untuk
memperoleh masalah.
4.
Untuk mengetahui cara memperoleh
masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Masalah Penelitian dan Perumusan Masalah
Bagian yang sangat penting
dalam setiap penelitian adalah permasalahan penelitian. Beberapa pakar
mengatakan bahwa permasalahan penelitian adalah sebagai jantungnya suatu
penelitian. Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tertulis
pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian.
Dalam arti luas, masalah sebenarnya adalah semua bentuk pertanyaan
yang membutuhkan jawaban. Walaupun masalah merupakan titik tolak untuk melakukan penelitian,
tidak semua masalah dapat dijadikan objek untuk diteliti dan hal ini dapat
diketahui dari karakteristik masalah itu sendiri. Jadi, permasalahan
disini adalah permasalahan yang mempunyai metode ilmiah untuk menjawabnya.[1]
Pada dasarnya penelitian itu
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan
untuk memecahkan masalah. Untuk itu setiap penelitian yang akan dilakukan harus
selalu berangkat dari masalah
Tujuan dari pemilihan serta perumusan masalah adalah
untuk:
1.
Mencari sesuatu dalam rangka
pemuasan akademis seseorang
2.
Memuaskan perhatian serta
keingintahuan seseorang akan hal-hal yang baru
3.
Meletakkan dasar untuk memecahkan
beberapa penemuan penelitian sebelumnya atau dasar untuk penelitian
selanjutnya.
4.
Memenuhi keinginan social.
5.
Menyediakan sesuatu yang bermanfaat.
B.
Ciri-ciri Perumusan
Masalah yang Baik
Ada beberapa ciri-ciri masalah yang harus diperhatikan, baik
dilihat dari segi isi dari rumusan masalah atau dari segi kondisi penunjang
yang diperlukan dalam pemecahan masalah yang telah dipilih. Ciri-ciri
dari masalah yang baik adalah sebagai berikut :
1.
masalah harus ada nilai penelitian
a.
masalah harus memiliki keaslian
Sebuah masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to
date. Maksudnya adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya
oleh peneliti lain. Masalah juga harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan
semakin berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah
masalah-masalah yang terlewatkan dari perhatian masyarakat selama ini juga
masalah yang akan memunculkan sebuah teori baru.
b.
Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan
sebuah hubungan antara variabel-variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal
ini perlu diperhatikan agar penelitian yang dilakukan lebih bermakna. Biasanya
variabel-variabel yang dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada dalam
penelitian dilambangkan dengan huruf X, Y, dan Z.[2]
c.
Masalah harus merupakan hal yang
penting
Ide dan rumusan masalah yang disusun haruslah merupakan hal yang penting
dan memang layak untuk dikembangkan menjadi suatu penelitian. Sebaik apapun
rumusan masalah dan ide penelitian dari seseorang, bila hal yang dirumuskan
tersebut ternyata bukan merupakan sesuatu yang penting, tentu saja hal tersebut
tidak akan menjadi perhatian banyak orang.[3]
d.
Masalah harus dapat diuji
Seorang peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti.
Masalah yang akan diteliti hendaknya adalah
masalah yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah masalah
yang dapat memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini
dimaksudkan agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel
yang saling berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat diukur.
e.
Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan
Masalah yang menarik
adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi peneliti juga harus
dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas, sehingga tidak
membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan
jawaban dan kebenarannya.
2.
Masalah harus fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu
masalah tersebut harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini
dimaksudkan agar penelitian dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan peneliti, yaitu:
·
Data serta metode untuk memecahkan masalah
harus tersedia
·
Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif
harus dalam batas-batas kemampuan
·
Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar
·
Biaya dan hasil harus seimbang
·
Administrasi dan sponsor yang kuat
·
Tidak bertentangan dengan hukum dan adat[4]
3.
Masalah harus sesuai dengan kualifikasi
peneliti
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan
dapat dipecahkan oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang
telah dilakukan tidak terhenti di tengah proses pengerjaan karena
ketidakmampuan seorang peneliti untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti
sehingga akan sia-sia. Untuk itu, peneliti harus memperhatikan beberapa hal
berikut:
a.
Menarik bagi si peneliti
Masalah yang diteliti hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting
agar peneliti merasa tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk
memecahkannya. Sehingga penelitian dapat segera diselesaikan.[5]
b.
Masalah harus sesuai dengan kemampuan dan
keahlian
Masalah yang diteliti harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian
peneliti. Pertimbangan ini penting karena akan berpengaruh pada kelancaran dan
hasil penelitian. Karena jika peneliti tidak cukup kompeten dalam bidang
masalah yang sedang diteliti, maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.[6]
C. Sumber untuk Memperoleh Masalah
1.
Pengamatan
terhadap kegiatan manusia
Pengamatan
sepintas terhadap kegiatan-kegiatan manusia dapat dijadikan sebagai sumber dari
masalah yang akan diteliti. Seorang ahli ilmu jiwa dapat menemukan masalah
ketika ia melihat tingkah laku pekerja pabrik melakukan kegiatan mereka dalam
pabrik. Seorang ahli ekonomi pertanian dapat menemukan masalah ketika ia
melihat cara petani bersahaja mengerjakan serta menyimpan hasil usaha
pertaniannya. Seorang dokter dapat menemukan masalah ketika melihat penduduk
mengambil air minum di sungai dan buang air di kali sehingga banyak penduduk
mempunyai kaki sebesar gajah.
2. Bacaan
Bacaan-bacaan dapat
pula dijadikan sebagai sumber dari masalah yang dipilih untuk diteliti.
Lebih-lebih jika bacaan tersebut merupakan karya ilmiah atau makalah, maka
banyak sekali rekomendasi di dalamnya yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
Bukan saja dari bacaan tersebut ditemukan masalah yang ingin mengungkapkan
hubungan, tetapi bacaan dapat dapat juga memberikan teknik dan metode yang
ingin dikembangkan lebih lanjut. Membaca hasil-hasil penelitian terdahulu akan
memberikan banyak sekali masalah-masalah yang belum sanggup dipecahkan. Hal ini
merupakan masalah yang perlu dipecahkan dalam penelitian selanjutnya.
3. Perasaan Intuisi
Kadangkala suatu
perasaan intuisi dapat timbul tanpa disangka dan dari kesulitan tersebut dapat
dijadikan sebagai sumber masalah penelitian. Tidak jarang, seseorang yang baru
bangun dari tidurnya, dihadapkan pada suatu suatu kesulitan secara intuisi,
ataupun seseorang yang sedang buang air dapat menghasilkan suatu masalah yang
ingin dipecahkan, yang muncul secara tiba-tiba.[7]
4. Ulangan serta perluasan penelitian
Masalah juga dapat
diperoleh dengan mengulang percobaan-percobaan yang pernah dilakukan, dimana
percobaan yang telah dikerjakan tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Perluasan analisis maupun metode dan teknik dengan equipment yang lebih modern
akan membuat masalah dapat dipecahkan secara lebih memuaskan. Misalnya, kerja
Steinhauser telah menemukan minyak codliver untuk menyembuhkan penyakit criket di
tahun 1840 belum dapat dijelaskan secara terperinci sampai dengan penelitian
selanjutnya bertahun-tahun kemudian. Ataupun penemuan penisilin oleh Fleming di
tahun 1929 telah terhenti beberapa lama, sampai kemudian Florey meneliti
kembali sifat-sifat penisilin sebagai alat penyembuh penyakit.[8]
5. Cabang studi
yang sedang dikembangkan
Kadangkala masalah
ditemukan bukan dari bidang studi itu sendiri tetapi dari cabang yang timbul
kemudian, yang mula-mula dipikirkan tidak berapa penting sifatnya. Misalnya,
Ketika Pasteur meneliti penyakit kolera dengan menyuntik ayam-ayam percobaannya
dengan mikroba kolera, pada suatu hari ia kekurangan ayam-ayam sehat. Ia
kemudian terpaksa menggunakan ayam-ayam yang pernah terkena kolera. Dilihatnya,
ayam-ayam tersebut tidak mati akibat suntikan mikroba kolera. Dari percobaan
ini ia tertarik akan ketahanan ayam-ayam tersebut dan ia menemukan masalah yang
mendorongnya meneliti tentang prinsip-prinsip kekebalan atau imunisasi. Ketika
William Perkins mencoba mengubah aniline menjadi quinine dalam percobaannya, ia
menemukan suatu masalah lain yang menghasilkan alat pencelup ion air raksa
sebagai sumber cahaya, ia menemukan fakta-fakta yang telah menggiring ia
merumuskan masalah yang menghasilkan alternating
current rectifier.
6. Catatan dan pengalaman pribadi
Catatan pribadi serta
pengalaman pribadi sering dijadikan sebgai sumber dari masalah penelitian.
Dalam penelitian ilmu social, pengalaman serta catatan pribadi tentag sejarah
sendiri, baik kegiatan pribadi ataupun kegiatan professional dapat merupakan
sumber masalah untuk penelitian.
7. Praktik serta keinginan masyarakat
Praktik-praktik yang
timbul dan keinginan-keinginan yang menonjol dalam masyarakat dapat dijadikan
sumber dari masalah. Praktik-praktik tersebut seperti pernyataan-pernyataan
pemimpin, otorita ilmu pengetahuan baik bersifat local, daerah, maupun
nasional. Adanya gejolak rasial, misalnya dapat merupakan sumber masalah.
Adanya ketimpangan antara input dan produktivitas sekolah dapat merupakan suatu
masalah penelitian. Ataupun ucapan ketua ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia), ataupun Prof. Dr. Sumitro, dapat dijadikan sebagai sumber masalah,
karena otoritanya dalam ilmu pengetahuan.
8. Bidang spesialisasi
Bidang spesialisasi
seseorang dapat pula dijadikan sumber masalah. Seorang spesialisasi dalam
bidangnya, telah menguasai ilmu yang dalam-dalam bidang spesialisasinya. Maka
dari itu, akan banyak sekali msalah yang memerlukan pemecahan dalam bidang
spesialisasi tersebut. Dalam membuat masalah berdasarkan bidang spesialisasi,
perlu juga dijaga supaya maslah yang digali tidak menjurus kepada over
spesialisasi. Hal tersebut dapat menghilangkan unitas yang fundamental.[9]
9. Pelajaran dan mata ajaran yang sedang diikuti
Pelajaran yang sedang
diikuti dapat dijadikan sebagai sumber dari masalah penelitian. Diskusi kelas,
hubungan antara dosen dengan mahasiswa banyak mempengaruhi mahasiswa dalam
memilih masalah untuk penelitian. Pengaruh staf senior serta ajarannya dapat
merupakan sumber masalah bagi mahasiswa yang ingin membuat thesis.
10. Pengamatan terhadap alam sekeliling
Peneliti-peneliti
ilmu natura seringkali memperoleh masalah dari alam
sekelilingnya. Seorang ahli ilmu bintang banyak
memperoleh masalah ketika ia mengamati cakrawala. Seorang ilmu tanah akan
menemukan masalah ketika ia secara sepintas mengamati tanah di sekelilingnya
ataupun dalam suatu perjalanan jauh. Seorang ahli penyakit tanaman ataupun ahli
hama banyak menemukan masalah ketika mengamati tanaman. Seorang peneliti yang
bangun pagi untuk melakukan kegiatan aerobik, kakinya tersandung batu, maka
peneliti ahli batu-batuan tersebut telah mengetahui maslah yang akan diteliti.[10]
11. Diskusi-diskusi ilmiah
Masalah penelitian
dapat juga bersumber dari diskusi-diskusi ilmiah, seminar, serta pertemuan-pertemuan
ilmiah. Dalam diskusi tersebut seseorang dapat menangkap banyak
analisis-analisis ilmiah, serta argumentasi-argumentasi professional, yang
dapat menjurus pada suatu permasalahan baru.
D.
Cara Merumuskan Masalah
Setelah rumusan
masalah diidentifikasikan dan dipilih, maka tibalah saatnya masalah tersebut
dirumuskan. Dalam suatu proposal sebetulnya cukup dikemukakan
masalahnya saja dengan jelas dan tepat. Namun banyak peneliti sering memberi
komentar lebih dulu sebagai penjelasan singkat sebelum langsung masuk pada
masalah yang ditampilkan. Hal ini bisa saja dilakukan jika memang diperlukan
lebih menguntungkan dan akan lebih memperjelas maksud penampilan masalahnya.[11] Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi
perumusan hipotesis nantinya, dan dari rumusan masalah harus dilakukan dengan
kondisi berikut.
1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
2. Rumusan hendaklah jelas dan padat.
3. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data
untuk memecahkan masalah.
4. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat
hipotesis.
5. Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian.
Misalnya, masalah
yang dirumuskan adalah sebagai berikut.
“ Apakah hasil padi ladang akan bertambah jika dipupuk
dengan pupuk K?”
“ Apakah ada hubungan antara konsumsi rumah tangga
petani dengan pendapatan dan kekayaan petani?”
Dari rumusan diatas, maka dapat dibuat judul
penelitian sebagai berikut.
“ Pemupukan padi ladang dengan pupuk K”
“ Hubungan petani antara konsumsi rumah tangga pendapatan
dan pendidikan petani Aceh”
Perlu juga
diperingatkan bahwa dalam memilih masalah, perlu dihindarkan masalah serta
rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal
ataupun terlalu argumentatif. Variabel-variabel penting dalam rumusan masalah
harus diperhatikan benar-benar.[12]
Ada beberapa hal yang
perlu diingat dalam merumuskan masalah. Masalah ilmiah tidak boleh merupakan
pertanyaan-pertanyaan etika atau moral. Menanyakan hal-hal di atas adalah
pertanyaan tentang nilai dan value judgment yang tidak bisa dijawab secara
ilmiah. Misalnya masalah yang dipilih adalah “Perlukah kepemimpinan organisasi
secara demokrasi?”, atau “Bagaimana sebaiknya mengajar mahasiswa di perguruan
tinggi?” Untuk menghindarkan hal tersebut di atas, maka janganlah menggunakan
kata “mestikah” atau “lebih baik”, atau perkataan-perkataan
lain yang menunjukkan preferensi. Ganti kata perkataan lebih baik dengan
perkataan “lebih besar”, misalnya. Contoh lain, “Apakah metode mengajar secara
otorita menuju ke cara belajar yang buruk?” pertanyaan ini bukanlah masalah
ilmiah. Belajar yang buruk adalah value
judgment. Mengajar secara otorita
tidak dapat didefinisikan. Supaya tidak ada value judgement, maka
sebaiknya “belajar yang buruk” dapata diganti dengan “menguarangi perilaku
memecahkan soal”.
Hindarkan masalah
yang merupakan metodelogi. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
“metode sampling”, atau “pengukuran” dan lain-lain supaya jangan digunakan
dalam meformulasikan masalah.
Sebagai kesimpulan, perlu dijelaskan bahwa ada dua
jalan untuk memformulasikan masalah. Pertama dengan menurunkan masalah dari
teori yang ada, seperti masalah pada penelitian eksperimental. Cara lain adalah
dari observasi langsung di lapangan, seperti yang sering dilakukan oleh ahli-ahli
sosiologi, jika masalah diperoleh di lapangan, maka sebaiknya juga
menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang telah ada, sebelumnya
masalah tersebut diformulasikan dengan teori-teori yang telah ada, sebelumnya
masalah tersebut diformulasikan. Ini bukan berarti bahwa penelitian yang tidak
didukung oleh teori tidak berguna sama sekali. Karena, ada kalanya penelitian
tersebut dapat menghasilkan dalil-dalil dan dapat membentuk sebuah teori.[13]
Masalah sebenarnya
adalah hal yang pertama dipikirkan oleh peneliti-peneliti ketika merencanakan
proyek penelitiannya. Walaupun di atas kertas yang pertama-tama muncul adalah
judul dan pendahuluan, tetapi yang lebih dahulu timbul pada penelitian adalah
masalah penelitian.
Membuat masalah penelitian merupakan hal yang sukar,
antara lain karena:
1. Tidak semua masalah di lapangan dapat diuji secara
empiris;
2. Tidak ada pengetahuan atau tidak diketahui sumber atau
tempat mencari masalah-masalah;
3. Kadangkala si peneliti dihadapkan kepada banyak
sekalli masalah penelitian, dan sang peneliti tidak dapat memilih masalah mana
yang lebih baik untuk dipecahkan;
4. Adakalanya masalah cukup menarik, tetapi data yang diperlukan untuk memecahkan masalah
tersebut sukar diperoleh; serta
5. Peneliti tidak tahu kegunaan spesifik yang ada di
kepalanya dalam memilih masalah.
Sesudah kita formulasikan masalah, maka langkah selanjutnya
adalah membangun tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan
atau statement tentang apa yang ingin kita tentukan. Kalau masalah penelitian dinyatakan
dalam kalimat pertanyaan (bentuk interogatif), maka tujuan penelitian diberikan
kalimat pernyataan (bentuk deklaratif). Tujuan penelitian biasanya dimulai
dengan kalimat:
“Untuk menentukan
apakah...”, atau “untuk mencari...”, dan sebagainya. Tujuan penelitian haruslah
dinyatakan secara lebih spesifik dibanding dengan perumusan masalah. Jika
masalah merupakan konsep yang masih
abstrak, maka tujuan penelitian haruslah konstrak yang lebih kongkret.[14]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Perumusan
masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tertulis pertanyaan-pertanyaan
yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian. Perumusan masalah yang baik adalah harus memiliki
nilai penelitian, masalah harus fisibilitas, masalah harus sesuai dengan
kualifikasi peneliti.
Sumber untuk memperoleh masalah adalah dari pengamatan terhadap kegiatan manusia, bacaan, perasaan
intuisi, ulangan serta perluasan penelitian, cabang studi yang sedang
dikembangkan, catatan dan pengalaman pribadi, praktik serta keinginan
masyarakat, bidang spesialisasi, pelajaran dan mata ajaran yang sedang diikuti,
pengamatan terhadap alam sekeliling, dan diskusi-diskusi ilmiah.
Cara untuk merumuskan
masalah yaitu masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, rumusan
hendaklah jelas dan padat, rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data
untuk memecahkan masalah, rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat
hipotesis dan masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian.
B.
Saran-saran
Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya.Serta
diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun
dapat memahami lebih dalam tentang perumusan masalah.
Sudah
sewajarnya bagi seorang mahasiswa yang telah mengerti apa itu rumusan masalah dan metode
perumusannya, maka dalam penelitian kita harus
menyusunnya dengan baik agar penelitian yang dilakukan dapat maksimal dan
bermanfaat. Dan senatiasa mengajarkan ilmu ini kepada
orang-orang yang belum mengetahui tentang perumusan masalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mardalis. 2010. Metode penelitian. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Nazir,mohammad. 2014. Metode penelitian.
Bogor: ghalia Indonesia.
Restu kartiko widi. 2010. Asas
metodologi penelitian.Yogyakarta: Graha ilmu.
Yunus,hadi sabari. 2010. Metodologi penelitian wilayah kontemporer. Yogyakarta: pustaka
pelajar.
[1] Hadi sabari yunus, metodologi penelitian wilayah kontemporer,(Yogyakarta:
pustaka pelajar, 2010), hlm.162-172
[2] Mohammad nazir, Metode penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia,2014),hlm. 96-98
[3] Restu kartiko widi, Asas metodologi penelitian,(Yogyakarta:
Graha ilmu, 2010),hlm. 146
[6] Restu kartiko widi, op.cit., hlm.147.
[7] Mohammad nazir, loc.cit.,
[9] Ibid.,
[11]
Mardalis, Metode penelitian, (jakarta: PT bumi aksara, 2010), hlm. 40.
[12] Mohammad nazir, op. cit., hlm.
104.
[13] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar