Senin, 09 Mei 2016

psikologi agama



PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA MASA REMAJA

 
BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang Masalah

Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman namun perkembangan bukanlah sekadar penambahan ukuran pada tinggi dan berat badan seseorang atau kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
      Perkembangan jiwa keagamaan pada masa remaja itu kiranya dapat didefinisikan sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya.
      Masa remaja sering kali dikatakan sebagai periode ketidakberdayaan karena banyaknya remaja yang akrab dengan alkohol, obat-obat terlarang dan hubungan seksual serta hal-hal yang menyimpang lainnya. Untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud  yaitu bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya yang diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, karena bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia dimasa yang selanjutnya. Mengingat akan pentingnya perkembangan jiwa keagamaan pada remaja bagi masa selanjutnya, maka berikut akan dibahas mengenai perkembangan jiwa keagamaan pada masa remaja.





B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut  perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1.   Bagaimana perkembangan rasa agama ?
2.   Apa saja faktor-faktor perkembangan jiwa keagamaan pada remaja ?
3.   Bagaimana Sikap remaja terhadap agama ?
4.   Apa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan remaja ?
5.   Bagaimana pendidikan agama pada remaja ?

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan rasa agama
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama  pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Masa remaja merupakan masa peralihan yang dilalui oleh seorang anak menuju masa kedewasaannya, atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa anak-anak sebelum mencapai masa dewasa.[1]
B.     Faktor-faktor perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor diantaranya adalah :
1.      Pertumbuhan akal (intelektual)
Pertumbuhan intelektual pada masa remaja berarti perubahan-perubahan yang terjadi pada kuantitas dan kualitas kinerja akal. Itu karena kemampuan akal berkembang dengan lebih cepat bila dibandingkan fase-fase sebelumnya, dimana kematangan akal menjadi sempurna pada akhir fase ini.
Perkembangan kemampuan akal ini merupakan faktor terpenting yang membantu remaja beradaptasi dengan dirinya dan lingkungan sosialnya. Syaratnya, tersedia pendidikan yang bagus serta pengarahan yang sesuai dengan fase ini, dimana pertumbuhan akal memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan remaja selama terjadinya perubahan-perubahan fisik, mental, dan sosial.
2.      Pertumbuhan emosi
Banyaknya dan beragamnya emosi remaja merupakan konsekuensi wajar dari fase pertumbuhan yang sedang ia jalani, karena pada fase ini muncul energi-energi dan kemampuan-kemampuan fisik dan akal. Semua energi dan kemampuan itu saling beraksi dan bereaksi untuk menyempurnakan identitas remaja kalau dia menemukan lingkungan keluarga dan sosial yang memahami tabiat remaja sebagai fase pertumbuhan yang memiliki karakteristik berbeda dengan fase-fase usia sebelumnya. Sehingga, remaja diperlakukan dengan sikap yang bisa mengembangkan dan mengarahkan karakteristik ini guna mewujudkan apa yang terbaik bagi individu yang bersangkutan dan masyarakatnya. Hal ini menghindarkan remaja dan masyarakat dari risiko konflik –konflik mental, yang dianggap sebagai akibat yang wajar dari metode-metode pendidikan yang salah dan dari persepsi salah remaja tentang diri dan kepribadiannya, dimana emosi-emosi remaja terfokus sekitar dirinya dan kedudukan sosialnya. Sumbernya adalah perhatian remaja kepada perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya.[2]
Sejak permulaan fase pertumbuhan ini, emosi remaja berkembang ke arah emosi kompleks setelah sebelumnya berupa emosi simpel. Ciri emosi pada masa kanak-kanak adalah simpel, artinya satu peristiwa membangkitkan satu emosi. Sementara pada masa remaja, satu stimulus peristiwa terkadang memancing lebih dari  satu emosi, misalnya dengan memancing dua atau lebih emosi. Stimulus / atau pemicu emosi masa kanak-kanak bersifat materi konkret, sementara pada masa remaja material dan abstrak, atau material abstrak dalam waktu yang bersamaan.
Para psikolog telah melakukan kajian mengenai emosi pada fase remaja. Di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa emosi pada fase remaja memiliki karakteristik sebagai berikut :
-          Sangat sensitif
-          Tanda-tanda putus asa dan depresi
-          Berontak dan membangkang
-          Bebas
            3.   Pertumbuhan sosial
                  An-Nu’maan bin Basyiir meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, “ Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal cinta dan kasih sayang mereka adalah seperti satu tubuh. Jika ada anggota yang mengeluh sakit, anggota-anggota yang lain akan merespons dengan tidak tidur dan demam.” (HR Muslim)[3]
                                    Jadi, remaja muslim di masyarakatnya ibarat satu anggota tubuh. Dan, jelas bahwa terjangkitnya satu bagian dari tubuh oleh penyakit menyebabkan seluruh tubuh merespons dan terpengaruh. Inilah adalah sebuah isyarat, seringkali islam mengingatkan orang muslim kepadanya. Barangkali hal itu meliputi seluruh interaksi sosial. Dia adalah pembatas bagi egoisme dan, pada saat yang sama, mengingatkan si penganiaya akan rasa sakit yang seharusnya dia rasakan sebagai akibat dia menyakiti saudaranya. 
Pendidikan sosial dalam Al-Qur’an meliputi pembinaan dan pembentukan individu yang berakhlak tinggi, agar dia menjadi pembuka kebaikan dan penutup kejahatan pada setiap waktu, menyucikan jiwa remaja dari semua akhlak rendah, memperkuat di dalam dirinya faktor-faktor pendorong amal sholeh. Hal itu tidak akan terealisasi tanpa pengembangan pemahaman akhlak dan perilaku sosial, agar terbuka baginya kesempatan untuk mengetahui hikmah prinsip-prinsip akhlak, dan agar dia bisa membedakan antara perilaku yang baik dan perilaku yang jahat.
C.     Sikap remaja terhadap agama
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang memengaruhi besar-kecil minat mereka terhadap masalah keagamaan. Berdasarkan faktor-faktor dominan yang telah disebut diatas, Zakiah (1970:91) membagi sikap remaja terhadap masalah keagamaan sebagai berikut :
1.      Percaya turut-turutan
Sesungguhnya kebanyakan remaja yang percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama, adalah mereka yang terdidik dalam lingkungan yang beragama, ibu-bapaknya orang beragama, teman-teman dan masyarakat kelilingnya rajin beribadah.[4] Oleh karena itu, mereka pun ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekadar mengikuti suasana lingkungan dimana ia hidup. Kepercayaan seperti inilah yang disebut kepercayaan yang turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tak ada perhatian untuk meningkatkan agama dan tak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Kepercayaan turut-turutan itu biasanya terjadi apabila orangtuanya memberikan didikan agama dengan cara yang menyenangkan, jauh dari pengalaman-pengalaman pahit di waktu kecil, dan di masa remaja juga tidak mengalami peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga secara kekanak-kanakan dalam beragama itupun terus bertahan dan berkelanjutan, dan tak perlu di tinjau ulang. Akan tetapi, ketika dalam usia remaja, mereka menghadapi peristiwa-peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali pengalaman-pengalamannya di waktu kecil, ketika itu kesadarannya akan timbul, sehingga terlihat dalam dirinya semangat keagamaan yang tinggi, atau mungkin ragu-ragu, bahkan anti agama. Percaya turut-turutan ini biasanya tak lama, dan pada umumnya hanya pada masa-masa remaja pertama (umur 13-16 tahun). Setelah itu, biasanya akan terjadi perkembangan ke arah jiwa yang lebih kritis dan lebih sadar.
2.      Percaya dengan kesadaran
Sebagaimana telah diketahui bahwa masa remaja adalah masa perubahan dan kegoncangan di segala bidang, yang dengan perubahan jasmani yang sangat cepat jauh dari keseimbangan dan keserasian. Setelah kegoncangan remaja pertama ini agak reda, yakni sekitar usia 16 tahunan, dan pertumbuhan jasmani hampir selesai, remaja dapat berpikir lebih matang, dan pengetahuannyapun semakin bertambah. Semua itu mendorong remaja untuk lebih memikirkan dirinya sendiri. [5]
Kesadaran atau semangat keagamaan pada masa remaja dimulai dengan kecenderungannya untuk meninjau dan meneliti ulang cara ia beragama di masa kecil dulu. Kepercayaan tanpa pengertian yang diterimanya masa kecil tak memuaskan lagi. Biasanya semangat keagamaan seperti itu tidak terjadi sebelum umur 17 atau 18 tahun. Semangat keagamaan itu mempunyai dua bentuk, yaitu semangat positif dan semangat khurafi.
3.      Kebimbangan beragama
            Sesungguhnya kebimbangan terhadap ajaran agama yang pernah diterima tanpa kritik semasa kecil merupakan pertanda pula bahwa kesadaran beragama telah terasa oleh remaja. Tentunya, kemampuan untuk merasa ragu-ragu terhadap apa yang dulu diterimanya begitu saja berhubungan erat dengan pertumbuhan kecerdasan yang dialaminya. Biasanya, kebimbangan itu mulai menyerang remaja setelah pertumbuhan mencapai kematangannya, sehingga ia dapat mengkritik, menerima, atau menolak apa saja yang diterangkan kepadanya.
4.      Tak percaya kepada Tuhan
            Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari wujud Tuhan sama sekali dan menggantinya dengan keyakinan lain atau mungkin tak memercayai-Nya sama sekali.
            Ketidakpercayaan sama sekali kepada Tuhan tidak terjadi sebelum umur 20 tahun. Mungkin saja terjadi pengakuan dari seorang remaja bahwa dirinya ateis, tetapi ketika dianalisis, di balik keingkarannya itu, tersembunyi kepercayaan kepada Tuhan.
            Perkembangan remaja ke arah ateisme, sebenarnya telah berakar atau timbul sejak kecil. Ketika seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, sejak itulah tertanam dalam dirinya sikap menentang terhadap kekuasaan orang tua, dan pada gilirannya pada kekuasaan siapapun. Ketika mencapai usia remaja, tantangan tersebut menampakkan diri dalam bentuk penentangan terhadap Tuhan, bahkan terhadap wujud-Nya.[6]
D.    Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan remaja
Agama menyangkut kehidupan batin manusia.  Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama ini dan pengalaman agama ini, muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.
Sikap keagamaan adalah suatu kondisi diri seseorang yang dapat mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama, serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan. Beranjak dari kenyataan yang ada sikap keagamaan seseorang terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.[7]

E.     Pendidikan agama pada remaja
Masalah agama tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat termasuk remaja, karena agama diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Agama yang secara praktiknya memberikan fungsi edukatif perlu dilaksanakan masyarakat penganutnya.
            Menurut Zakiah (1970: 132-134), masalah pokok yang sangat menonjol berkenaan dengan keberagamaan di kalangan remaja dewasa ini adalah kaburnya nilai-nilai moral di mata generasi muda. Mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal ini tampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama mereka yang hidup di kota-kota besar indonesia, yang mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang di sangka maju dan modern di mana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seakan terselamatkan dari kehancuran, dan seolah-olah tanpa saringan.
            Seandainya kita segera  menyadari bahaya yang terjadi dan mengambil langkah-langkah positif ke arah pembinaan kehidupan moral dan agama secara sungguh-sungguh, mudah-mudahan generasi muda kita akan terselamatkan dari kehancuran, dan tujuan pembangunan kita dapat tercapai.
Pendidikan agama di kalangan generasi muda atau remaja, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat, perlu mendapatkan perhatian yang serius dan menjadi skala prioritas yang harus direalisasikan secara serentak oleh semua pihak, baik pendidikan formal maupun nonformal.[8]
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masa remaja merupakan masa peralihan yang dilalui oleh seorang anak menuju masa kedewasaannya. Faktor-faktor perkembangan jiwa keagamaan pada remaja adalah pertumbuhan akal (intelektual), pertumbuhan emosi, dan pertumbuhan social.
Pendidikan agama di kalangan generasi muda atau remaja, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat, harus mendapatkan perhatian yang serius dan menjadi skala prioritas yang harus direalisasikan secara serentak oleh semua pihak, baik pendidikan formal maupun nonformal.
B.     Saran
 Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih belum sempurna.Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini, dengan meningkatkan wawasan dan pengetahuan kita tentang kebahasaan.







DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Bambang Syamsul. 2008. Psikologi Agama. Bandung : Pustaka Setia.
Az-Za’balawi, Muhammad Sayyid Muhammad. 2007. Pendidikan Remaja Antara
            Islam Dan Ilmu Jiwa. Jakarta : Gema Insani.
Ramayulis, Haji. 2002. Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia.


[1] Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta : Kalam Mulia,2002), hlm. 62.
[2] Muhammad Sayyid Muhammad Az-za’balawi, Pendidikan Remaja Antara Islam Dan Ilmu Jiwa (Jakarta : Gema Insani, 2007), hlm. 121-122.
[3]Ibid., hlm. 158.
[4] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 71
[5] Ibid., hlm. 72.
[6] Ibid., hlm. 75.
[7] Ibid., hlm. 76-77.
[8] Ibid., hlm. 88-89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar